SUKU Bugis di Sulawesi Selatan mewarisi resep makanannya secara turun-menurun. Termasuk resep ragam kue basah yang keberadaannya dirasa semakin langka.
Kue tradisional Bugis seperti burongko, biji nangka, sikaporo, katirisalla, dan nennu-nennu tello termasuk kudapan yang cukup sulit ditemui, bahkan di Sulawesi Selatan sekalipun. Penyebabnya bukan semata karena tokotoko jarang yang menjual, juga lantaran kue-kue tersebut dibuat hanya pada saat ada perayaan, seperti hajatan pernikahan ataupun pesta adat.
Beruntung Pemerintah Kota Makassar terbilang rajin menggelar pameran kuliner khas Sulawesi Selatan. Di acara- acara semacam itulah makanan ataupun kue-kue tradisional dan langka bisa dijumpai dan dinikmati kembali oleh masyarakat. Kue tradisional Bugis umumnya memiliki cita rasa manis dan legit. Konon, manisnya kue mengandung makna bahwa kehidupan harus selalu diisi dengan hal yang baik. Makanya, kue-kue ini hanya disajikan pada acaraacara yang mengandung kebaikan dan doa.
Kue seperti burongko, biji nangka, sikaporo, katirisalla, dan nennu-nennu tello memang asli dari Bugis. Biasanya masing-masing kue mengandung arti dari rasanya. Namun, kebanyakan rasanya manis dan legit karena disajikan setelah menyantap masakan besar dari daging-dagingan.
Kue Bugis masih dijaga kelestariannya. Setiap ibu PKK di Sulawesi Selatan diwajibkan mengetahui resep dan cara memasak semua jenis kue tersebut. Terlebih panganan ini selalu menjadi andalan saat ada acara pameran, baik tingkat regional, nasional, maupun internasional. Apalagi bahan-bahannya cukup sederhana dan semua jenis kue Bugis hampir memiliki bahan yang sama. Adapun yang berbeda, tentu saja takaran dan cara membuatnya.
Ciri khas kue Bugis, salah satunya adalah bahannya yang selalu menggunakan telur. Selain itu, ada gula pasir atau gula merah yang berfungsi sebagai pemanis. Paduan telur dan gula pasir dalam takaran yang cukup banyak bisa dinikmati saat menyantap kue nennu-nennu tello. Sesuai namanya yang berarti butiran-butiran berbahan telur, maka rasa khas telur menjadi cita rasa panganan ini.
Rasa yang sama bisa dinikmati pada kue biji nangka. Warnanya yang kuning terang sangat mencirikan cita rasa telur. Bedanya, tentu saja dari cara membuatnya. Kue ini menggunakan kentang sebagai bahan dasar. Maka itu, meski bentuknya terlihat seperti biji nangka, namun rasa yang dimiliki adalah rasa kentang.
Lain lagi dengan burongko. Banyak jenis burongko yang sering dibuat sebagai kudapan sore hari. Burongko dikenal berbahan dasar pisang kepok. Namun, tidak mutlak berbahan dasar pisang. Bisa juga dibuat dari ubi jalar. Ubi yang sudah direbus matang, kemudian diserut kasar agar cita rasanya tidak hilang saat dicampur dengan santan, telur, dan gula pasir. Rasanya cukup legit. Apalagi jika disajikan dingin.
Satu lagi makanan tradisional Bugis, yakni sikaporo, yang juga memiliki rasa khas telur. Cukup dipercantik dengan pemberian warna, kue ini kerap menjadi favorit semua orang. Satu kue Bugis yang bisa didapatkan di toko kue, terlebih pada saat Ramadan, adalah katirisalla. Kue ini kerap disantap ketika berbuka puasa. Paduan beras ketan hitam dan gula merah menjadikan panganan ini cukup mengenyangkan.
Satu lagi yang unik yakni cara penyajiannya. Namanya kue Bugis, akan lengkap rasanya jika disajikan dalam sebuah tempat yang disebut bosara. Tempat kue itu memiliki bentuk seperti cawan terbuat dari perak. Tertarik untuk kembali merasakan kuliner khas zaman dulu? Kini Anda bisa mencobanya di rumah.